Selasa, 28 April 2015
Selasa, 01 Juli 2014
Bid'ah dalam ibadah ghairu mahdhah diperbolehkan
Selasa, Juli 01, 2014
No comments
Bid'ah dalam ibadah ghairu mahdhah diperbolehkan
Para ulama yang sholeh terdahulu mengklasifikasikan ibadah ke dalam dua jenis yakni ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah
Landasan klasifikasi adalah
Ibadah mahdhah = KA + SS , Karena Allah + Sesuai Syariat
Ibadah ghairu mahdhah = BB + KA , Berbuat Baik + Karena Allah
Ibadah mahdhah
Tatacaranya harus berpola kepada apa yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sehingga perkara baru (bid�ah) dalam ibadah mahdhah adalah terlarang. Dalam Ibadah Mahdah berlaku kaidah ushul fiqih Al aslu fil ibaadari at tahrim ( hukum asal ibadah adalah haram ) atau Al aslu fil ibaadaati al khatri illa binassin (hukum asal dalam ibadah adalah haram kecuali ada nash yang mensyariatkannya).
Pelaku bid'ah (perkara baru) dalam ibadah mahdhah seperti mereka yang mengada-ada dalam syariat atau mengarang syariat atau mengada-ada dalam urusan agama (urusan kami)
Contoh mereka yang mengada-ada dalam syariat atau mengarang syariat atau bid'ah dalam ibadah mahdhah adalah mereka yang melakukan sholat subuh 3 raka'at atau orang yang menetapkan cara sholat berdasarkan pemahamannya sendiri secara otodidak (shahafi) terhadap Al Qur'an dan As Sunnah padahal dia bukanlah ahli isitidlal atau dia tidak dikenal berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah bersabda �sholatlah sebagaimana kalian melihat aku sholat� (HR Bukhari 595, 6705).
Oleh karenanya mayoritas kaum muslim (as-sawadul a�zham) dalam perkara sholat mengikuti hasil ijtihad dan istinbat (menetapkan hukum perkara) yang dilakukan oleh Imam Mazhab yang empat karena mereka telah diakui oleh jumhur ulama sejak dahulu kala sebagai pemimpin atau imam mujtahid mutlak.
Memang ada mazhab yang lain selain dari Imam Mazhab yang empat namun pada kenyataannya ulama yang memiliki ilmu riwayah dan dirayah dari Imam Mazhab yang lain sudah sukar ditemukan pada masa kini.
Perbedaan di antara Imam Mazhab yang empat semata-mata dikarenakan terbentuk setelah adanya furu� (cabang), sementara furu� tersebut ada disebabkan adanya sifat zanni dalam nash. Oleh sebab itu, pada sisi zanni inilah kebenaran bisa menjadi banyak (relatif), mutaghayirat disebabkan pengaruh bias dalil yang ada. Boleh jadi nash yang digunakan sama, namun cara pengambilan kesimpulannya berbeda.
Perbedaan pendapat di antara Imam Mazhab yang empat yang dimaksud dengan �perbedaan adalah rahmat�. Sedangkan perbedaan di antara bukan ahli istidlal atau bukan imam mujtahid mutlak adalah kesalahpahaman semata yang dapat menyesatkan orang banyak.
Berikut contoh lain perkara baru (bid�ah) dalam ibadah mahdhah yang merupakan bid�ah dholalah
Ada seorang laki-laki yang datang kepada Imam Malik bin Anas Rahimahullah, dia bertanya : �Dari mana saya akan memulai berihram?�
Imam Malik menjawab : �Dari Miqat yang ditentukan Rasulullah Shallallahu �alaihi wa sallam yang beliau berihram dari sana�.
Dia bertanya lagi : �Bagaimana jika aku berihram dari tempat yang lebih jauh dari itu ?�
Dijawab : �Aku tidak setuju itu�.
Tanyanya lagi : �Apa yang tidak suka dari itu ?�
Imam Malik berkata. �Aku takut terjatuh pada sebuah fitnah!�.
Dia berkata lagi : �Fitnah apa yang terjadi dalam menambah kebaikan?�
Imam Malik berkata : �Allah Subhanahu wa Ta�ala berfirman artinya : �maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.� (QS An-Nur : 63] Dan fitnah apakah yang lebih besar daripada engkau dikhususkan dengan sebuah karunia yang tidak diberikan kepada Rasulullah Shallallahu �alaihi wa sallam ?�
Kesimpulannya terlarang bid'ah dalam ibadah mahdhah yakni mewajibkan yang tidak diwajibkanNya
Ibadah ghairu mahdhah
Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasulullah sehingga perkara baru (bid�ah) dalam ibadah ghairu mahdhah diperbolehkan.
Dalam ibadah ghairu mahdhah berlaku kaidah usul fiqih �wal ashlu fi �aadaatinal ibaahati hatta yajii u sooriful ibahah� yang artinya �dan hukum asal dalam muamalah, kebiasaan atau adat adalah boleh saja sampai ada dalil yang memalingkan dari hukum asal atau sampai ada dalil yang melarang atau mengharamkannya�.
Perkara baru (bid�ah) dalam ibadah ghairu mahdhah yakni dalam perkara muamalah, kebiasaan atau adat hukum asalnya adalah mubah (boleh) selama tidak melanggar laranganNya atau selama tidak bertentangan dengan Al Qur�an dan As Sunnah
Pada hakikatnya segala sesuatu pada dasarnya mubah (boleh). Maksud dari prinsip ini adalah bahwa hukum asal dari segala sesuatu yang diciptakan Allah adalah halal dan mubah. Tidak ada yang haram kecuali apa-apa yang disebutkan secara tegas oleh nash yang shahih sebagai sesuatu yang haram. Dengan kata lain jika tidak terdapat nash yang shahih atau tidak tegas penunjukan keharamannya, maka sesuatu itu tetaplah pada hukum asalnya yaitu mubah (boleh)
Kaidah ini disandarkan pada firman Allah subhanahu wa ta�la
�Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu�.� (QS. Al-Baqarah [2]:29)
�Dan dia Telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya�� (QS. Al-Jatsiyah [45]:13)
�Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah Telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin�� (QS. Luqman [31]:20)
Ayat-ayat di atas menegaskan bahwa segala apa yang ada di muka bumi seluruhnya adalah nikmat dari Allah yang diberikan kepada manusia sebagai bukti kasih sayang-Nya. Dia hanya mengharamkan beberapa bagian saja, itu pun karena hikmah tertentu untuk kebaikan manusia itu sendiri. Dengan demikian wilayah haram dalam syariat Islam itu sangatlah sempit, sedangkan wilayah halal sangatlah luas.
Begitupula kaidah yang serupa berbunyi,
Laa tusyro�u �ibadatun illaa bi syar�illah, wa laa tuharramu �adatun illaa bitahriimillah�
�Tidak boleh dilakukan suatu ibadah (mahdhoh) kecuali yang disyariatkan oleh Allah; dan tidak dilarang suatu muamalah, kebiasaan atau adat (ibadah ghairu mahdah) kecuali yang diharamkan oleh Allah.�
Jadi sesuatu perkara yang tidak dilakukan, dicontohkan atau disampaikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam belum tentu bid�ah dholalah selama perkara tersebut termasuk ibadah ghairu mahdhah yang meliputi muamalah, kebiasaan atau adat dan tidak menyalahi laranganNya atau tidak bertentangan dengan Al Qur'an dan As Sunnah
Sehingga jika kita akan melakukan suatu perbuatan di luar pekara ibadah mahdhah atau jika kita akan melakukan suatu perbuatan dalam perkara ibadah ghairu mahdhah yang meliputi perkara muamalah, kebiasaan atau adat yang menurut pengetahuan kita belum pernah dilakukan atau dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam maka kita pergunakan hukum taklifi yang lima yakni wajib , sunnah (mandub), mubah, makruh, haram, barulah putuskan melakukan atau tidak melakukan.
Jika perbuatan tersebut melanggar laranganNya maka tinggalkanlah dan jika perbuatan tersebut tidak melanggar satupun laranganNya maka hukum asalnya adalah mubah (boleh)
Jika ragu memasukkan kedalam hukum taklifi yang lima maka inilah yang disebut perkara syubhat (perkara yang meragukan).
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda �Tinggalkan perkara yg meragukanmu menuju kepada perkara yang tidak meragukanmu. Karena kejujuran itu adalah ketenangan di hati sedangkan kedustaan itu adalah keraguan.�
Dari Abu Abdillah Nu�man bin Basyir radhiallahuanhu dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu�alaihi wasallam bersabda: �Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka siapa yang takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang diharamkan. Sebagaimana penggembala yang menggembalakan hewan gembalaannya disekitar (ladang) yang dilarang untuk memasukinya, maka lambat laun dia akan memasukinya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki larangan dan larangan Allah adalah apa yang Dia haramkan. (Riwayat Bukhori dan Muslim)
Namun ketika dalam keadaan ragu menetapkan ke dalam hukum taklifi yang lima maka tidak boleh menghukum perbuatan orang lain.
Disebutkan dalam kitab Al-Hilyah karya Abu Nu�aim (II/285) bahwa Abu Qilabah Abdullah bin Yazid Al-Jurmi berkata : �Apabila ada berita tentang tindakan saudaramu yang tidak kamu sukai, maka berusaha keraslah mancarikan alasan untuknya. Apabila kamu tidak mendapatkan alasan untuknya, maka katakanlah kepada dirimu sendiri, �Saya kira saudaraku itu mempunyai alasan yang tepat sehingga melakukan perbuatan tersebut�.
Begitulah nasehat ulama-ulama terdahulu bahwa jika kita mendengar perkataan atau melihat perbuatan saudara muslim kita yang menurut kita tidak baik atau yang menurut kita tidak pernah dilakukan atau dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam maka janganlah cepat-cepat menilai atau berprasangka buruk bahwa itu adalah bid�ah dholalah.
Contoh kebiasaan bersedekah untuk anak yatim setiap hari Jum�at sebelum sholat jum�at adalah kebiasaan yang baik karena memang tidak ada dalil yang melarangnya.
Begitupula Sayyidina Abu Bakar radhiyallahuanhu tentang pengumpulan Al Qur�an adalah suatu kebaikan maksudnya perkara baru (bid�ah) dalam kebaikan atau perkara baru (bid�ah) dalam kebiasaan atau adat yang baik
Dalam suatu riwayat Sayyidina Abu Bakar radhiyallahuanhu memanggil Zaid bin Tsabit sembari berkata padanya : �Sesungguhnya engkau adalah seorang pemuda yang berakal cerdas dan konsisten. Engkau telah menulis wahyu di zaman Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, maka aku memintamu untuk mengumpulkannya�. Zaid menjawab : �Demi Allah, seandainya engkau memaksaku untuk memindahkan satu gunung dari gunung yang lain maka itu tidak lebih berat bagiku daripada perintahmu kepadaku mengumpulkan Al � Qur�an�. Aku berkata : �Bagaimana engkau melakukan sesuatu yang belum pernah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam?� Dia menjawab : �Demi Allah, itu membawa kebaikan�. Abu Bakar senantiasa �membujukku� hingga Allah melapangkan dadaku, sebagaimana sebelumnya Dia melapangkan dada Abu Bakar dan Umar. Maka akupun mulai mencari Al � Qur�an, kukumpulkan ia dari pelepah kurma, kepingan � kepingan batu dan dari hafalan � hafalan para penghapal, sampai akhirnya akan mendapatkan akhir surat Taubah berada pada Abu Khuzaimah Al � Ansari. Zaid bin Tsabit bertindak sangat teliti dan hati � hati.
Begitupula perkataan Sayyidina Umar radhiyallahuanhu �Alangkah bagusnya bid�ah ini!� yang diucapkan pada malam berikutnya adalah berkesinambungannya orang-orang melakukan sholat tarawih berjama�ah di belakang seorang imam walaupun Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mencontohkan meninggalkannya beberapa malam.
Dan dari Ibnu Syihab dari �Urwah bin Az Zubair dari �Abdurrahman bin �Abdul Qariy bahwa dia berkata; Aku keluar bersama �Umar bin Al Khaththob radliallahu �anhu pada malam Ramadhan menuju masjid, ternyata orang-orang shalat berkelompok-kelompok secara terpisah-pisah, ada yang shalat sendiri dan ada seorang yang shalat diikuti oleh ma�mum yang jumlahnya kurang dari sepuluh orang. Maka �Umar berkata: Aku pikir seandainya mereka semuanya shalat berjama�ah dengan dipimpin satu orang imam, itu lebih baik. Kemudian Umar memantapkan keinginannya itu lalu mengumpulkan mereka dalam satu jama�ah yang dipimpin oleh Ubbay bin Ka�ab. Kemudian aku keluar lagi bersamanya pada malam yang lain dan ternyata orang-orang shalat dalam satu jama�ah dengan dipimpin seorang imam, lalu �Umar berkata: �Alangkah bagusnya bid�ah ini!� (atau diterjemahkan juga sebagai �sebaik-baik bid�ah adalah ini�)
Rasulullah bersabda �Sesungguhnya aku tahu apa yang kalian lakukan semalam. Tiada sesuatu pun yang menghalangiku untuk keluar dan shalat bersama kalian, hanya saja aku khawatir (shalat tarawih itu) akan diwajibkan atas kalian.� ( HR Muslim 1270).
Hal yang dikhawatirkan atau dihindari oleh Rasulullah adalah sholat tarawih menjadi suatu kewajiban atau mewajibkan yang tidak diwajibkanNya sehingga beliau mencontohkan meninggalkan sholat tarawih pada beberapa malam.
Contoh lain, perintahnya adalah berdoalah dan bersholawatlah. Namun berdoa dan bersholawat tidak wajib sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah. Berdoa dan bersholawat boleh mempergunakan bahasa kita sendiri yakni bahasa Indonesia atau bahasa daerah.
Contoh untaian doa dan dzikir atau ratib Al Haddad , tentulah Rasulullah tidak pernah membaca ratib Al Haddad karena ratib Al Haddad dibuat oleh Imam Abdullah bin Alawi Al-Haddad sekitar 1071 H namun ratib Al Haddad tidak termasuk bid�ah sayyiah ataupun bid�ah dholalah. Untaian doa dan dzikir, Ratib Al Haddad termasuk perkara baru dalah ibadah ghairu mahdhah atau perkara baru (bid�ah) dalam kebiasaan.
Contoh bid�ah hasanah yang dilakukan oleh Imam Syafi�i ~rahimahullah adalah beliau sering bersholawat dengan sholawat yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Al- Mazani bertutur sebagai berikut: Saya bermimpi melihat Imam Al-Syafi�i. Lalu saya bertanya pada beliau, �Apa yang telah diperbuat Allah terhadap diri Anda?�
Beliau menjawab, Allah telah mengampuni diriku berkat shalawat yang aku cantumkan di dalam kitab Al-Risalah, yaitu: Allahumma shalli �ala Muhammadin kullama dzakaraka al-Dzakiruna wa Shalli �ala Muhammadin kullama ghafala �an dzikrik al-Ghafiluna.�
Sementara itu, Imam Al-Ghazali di dalam kitab Al-Ihya� menuturkan hal berkut: Abu Al-Hasan Al-Syafi�i menuturkan, �Saya telah bermimpi melihat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, lalu saya bertanya, �Ya Rasulullah, dengan apa Al-Syafi�i diberi pahala dari sebab ucapannya dalam kitab Al-Risalah: Washallallahu �ala muhammaddin kullama dzakara al-Dzdakirun waghafala �an dzikrik al-ghafilun?� Rasulullah menjawab: �la tidak ditahan untuk dihisab.��
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah dari Malik dari Ishaq bin Abdullah bin Abi Thalhah dari Anas bin Malik, Rasulullah Shallallahu�alaihiwasallam bersabda: �Mimpi baik yang berasal dari seorang yang shalih adalah satu bagian dari empat puluh enam bagian kenabian.� (HR Bukhari 6468)
Dan telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Hatim; Telah menceritakan kepada kami Rauh; Telah menceritakan kepada kami Zakaria bin Ishaq; Telah menceritakan kepadaku Abu Az Zubair bahwa dia mendengar Jabir bin �Abdullah berkata; Rasulullah shallallahu �alaihi wasallam bersabda: �Barang siapa bermimpi melihatku dalam tidurnya, maka sesungguhnya dia benar-benar melihatku; karena setan itu tidak dapat menyerupai bentukku.� (HR Muslim 4210)
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Shabbah Telah menceritakan kepada kami Mu�tamir aku mendengar Auf telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sirin bahwasanya ia mendengar Abu Hurairah mengatakan, Rasulullah shallallahu �alaihi wasallam bersabda: Jika akhir zaman semakin mendekat, mimpi seorang mukmin nyaris tidak bohong, dan mimpi seorang mukmin adalah satu bagian dari empat puluh bagian kenabian, dan apa yang berasal dari kenabian tentu tidaklah bohong. (HR Bukhari 6499)
Jadi boleh kita membuat sholawat sebagaimana kita ingin mengungkapkan kecintaan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam selama matan atau redaksi sholawat tidak bertentangan dengan Al Qur�an dan As Sunnah
Perkara baru (bid�ah) dalam perkara muamalah, kebiasaan atau adat pun, jika menyalahi laranganNya atau jika bertentangan dengan Al Qur�an dan Hadits maka termasuk bid�ah yang sayyiah alias bid�ah dholalah.
Berikut pendapat Imam Syafi�i ra
????? ??????????? ?????? ????? ?????? -??? ???????? ????????? ???????? ???? ??????? ???? ?????????? ???? ??????? ?????? ?????????? ????????? ? ????? ???????? ???? ???????? ?????? ????????? ??????? ???? ?????? ?????? ?????????? ?????????????? -(????? ????? 313 ? 1???????? -? )
Artinya ; Imam Syafi�i ra berkata �Segala hal (kebiasaan) yang baru (tidak terdapat di masa Rasulullah) dan menyalahi (bertentangan) dengan pedoman Al-Qur�an, Al-Hadits, Ijma� (sepakat Ulama) dan Atsar (Pernyataan sahabat) adalah bid�ah yang sesat (bid�ah dholalah). Dan segala kebiasaan yang baik (kebaikan) yang baru (tidak terdapat di masa Rasulullah) dan tidak menyalahi (bertentangan) dengan pedoman tersebut maka ia adalah bid�ah yang terpuji (bid�ah mahmudah atau bid�ah hasanah), bernilai pahala. (Hasyiah Ianathuth-Thalibin �Juz 1 hal. 313)
Ibn Hajar al-�Asqalani dalam kitab Fath al-Bari menuliskan sebagai berikut:
??????????????? ???????? ???? ??????? ?????? ?????????? ?????? ???????????? ???? ????????? ?????? ????????? ?????? ??????? ?????? ?????????? ?????? ???????????? ???? ????????? ?????? ?????????????? .
�Cara mengetahui bid�ah yang hasanah dan sayyi�ah menurut tahqiq para ulama adalah bahwa jika perkara baru tersebut masuk dan tergolong kepada hal yang baik dalam syara� berarti termasuk bid�ah hasanah, dan jika tergolong hal yang buruk dalam syara� berarti termasuk bid�ah yang buruk� (Fath al-Bari, j. 4, hlm. 253).
Dalam Syarhu Sunan Ibnu Majah lil Imam As Sindi 1/90 menjelaskan bahwa �Yang membedakan antara sunnah hasanah dengan sayyiah adalah adanya kesesuaian atau tidak dengan pokok-pokok syar�i � maksudnya perbedaan antara sunnah hasanah dengan sayyiah adalah tidak bertentangan atau bertentangan dengan Al Qur�an dan Hadits.
Jadi jika memahami hadits �kullu bid�atin dhollalah� tidak mempergunakan ilmu seperti ilmu tata bahasa Arab atau ilmu alat seperti nahwu, sharaf, balaghah (ma�ani, bayan dan badi�) ataupun ilmu fiqih maupun ushul fiqih dan lain lain maka akan dapat sesat dan menyesatkan mengikuti kaum Nasrani yakni melarang yang tidak dilarangNya , mengharamkan yang tidak diharamkanNya atau mewajibkan yang tidak diwajibkanNya sebagaimana yang telah disampaikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2013/06/24/mengikuti-kaum-nasrani/
Telah menceritakan kepada kami Isma�il bin Abu Uwais berkata, telah menceritakan kepadaku Malik dari Hisyam bin �Urwah dari bapaknya dari Abdullah bin �Amru bin Al �Ash berkata; aku mendengar Rasulullah shallallahu �alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus mencabutnya dari hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama hingga bila sudah tidak tersisa ulama maka manusia akan mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh, ketika mereka ditanya mereka berfatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan (HR Bukhari 98)
Abuya Prof. Dr. Assayyid Muhammad Bin Assayyid Alwi Bin Assayyid Abbas Bin Assayyid Abdul Aziz Almaliki Alhasani Almakki Alasy�ari Assyadzili dalam makalahnya pada pertemuan nasional dan dialog pemikiran yang kedua, 5 s.d. 9 Dzulqo�dah 1424 H di Makkah al Mukarromah menyampaikan
**** awal kutipan ******
Tindakan keluar batas (ghuluw) atau ekstremisme kaum Nashrani tidak hanya dalam menuhankan al Masih dan ibundanya, tetapi menjalar pada keyakinan bahwa para pastur dan pendeta berhak menentukan suatu hukum selain (ketentuan hukum) dari Allah.
Lebih jauh lagi, mereka bahkan menyatakan kesanggupan secara total untuk patuh kepada pastur dan pendeta dalam segala hal yang bertentangan dengan syariat dan hukum Allah.
Ini semua terdorong oleh ulah para pastur dan pendeta yang menghalalkan sesuatu yang haram dan mengharamkan sesuatu yang halal atas mereka serta menetapkan hukum dan syariat yang sesuai dengan selera dan hawa nafsu sehingga mereka sangat antusias menerima dan menaatinya.
Allah berfirman, �Mereka menjadikan orang�orang alimnya, dan rahib�rahib mereka sebagai tuhan�tuhan selain Allah, dan mereka (juga mempertuhankan) al Masih putera Maryam. Padahal, mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.� (QS at Taubah: 31)
Dalam aspek kehidupan dunia, kaum Nashrani juga memiliki banyak sikap yang termasuk dalam kategori tindakan ghuluw yang di antaranya seperti dijelaskan oleh firman Allah yang artinya, ��. Dan mereka mengada�adakan rahbaaniyyah. Padahal, Kami tidak mewajibkannya kepada mereka, tetapi (mereka sendirilah yang mengada�adakannya) untuk mencari keridhoan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya �.� (QS. al Hadid [57]: 27)
***** akhir kutipan *****
Hal yang dimaksud dengan Rahbaaniyyah ialah tidak beristeri atau tidak bersuami dan mengurung diri dalam biara. Kaum Nasrani melakukan tindakan ghuluw (melampaui batas) dalam beragama yakni melarang yang tidak dilarangNya, mengharamkan yang tidak diharamkanNya atau mewajibkan yang tidak diwajibkanNya
Begitupula tidak boleh berhukum atau melarang yang tidak dilarangNya dengan perkataan �Lau Kaana Khairan Lasabaquunaa ilaihi� yang mirip dengan perkataan orang-orang kafir yang termuat dalam firmanNya pada QS al Ahqaaf [46]:11 sebagaimana yang telah dijelaskan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2013/03/04/perkataan-pemecah-belah/
Andaikan perkataan �Lau Kaana Khairan Lasabaquunaa ilaihi� itu baik tentulah Rasulullah, para Sahabat, Salafush sholeh lainnya maupun Imam Mazhab yang empat sering mengucapkannya.
Mereka melarang kaum muslim melakukan kebaikan karena mereka membatasi kebaikan hanya sebatas yang dilakukan oleh para Sahabat mupun yang dlakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Kebaikan tidak sebatas yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam atau para Sahabat, Tabi�in maupun Tabi�ut Tabi�in
Kebaikan meliputi segala perkara yang tidak menyalahi laranganNya atau segala perkara yang tidak bertentangan dengan Al Qur�an dan As Sunnah.
Wabishah bin Ma�bad r.a. berkata: Saya datang kepada Rasulullah Saw., beliau bersabda, �Apakah engkau datang untuk bertanya tentang kebaikan?� Saya menjawab, �Benar.�Beliau bersabda, �Mintalah fatwa kepada hatimu sendiri. Kebaikan adalah apa-apa yang menenteramkan jiwa dan hati, sedangkan dosa adalah apa-apa yang mengusik jiwa dan meragukan hati, meskipun orang-orang memberi fatwa yang membenarkanmu.� (hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal dan Imam Ad-Darami dengan sanad hasan)
Fatwa dengan hati berdasarkan ilham yang dikaruniakanNya sebagaimana yang telah disampaikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2013/06/05/pilihlah-yang-haq/
Firman Allah ta�ala yang artinya
�Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan� (pilihan haq atau bathil) (QS Al Balad [90]:10)
�maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya�. (QS As Syams [91]:8 )
Pilihan yang haq atau jalan ketakwaan adalah segala perkara yang sesuai petunjukNya (Al Qur�an) atau segala perkara yang tidak menyalahi laranganNya atau segala perkara yang tidak bertentangan dengan Al Qur�an dan As Sunnah
Pilihan yang bathil atau jalan kefasikan adalah segala perkara yang menyalahi petunjukNya (Al Qur�an) atau segala perkara yang melanggar laranganNya atau segala perkara yang bertentangan dengan Al Qur�an dan As Sunnah
Kebaikan diketahui dan dijalani mengikuti para penunjuk yang membimbing untuk dapat memahami petunjukNya (Al Qur�an) sebagaimana yang telah disampaikan http://mutiarazuhud.wordpress.com/2013/06/14/temuilah-para-penunjuk/ atau pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/09/17/seorang-penunjuk/ atau pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/09/16/yang-dikaruniai-nikmatnya/
Begitupula mereka melarang yang tidak dilarangNya atau mengharamkan yang tidak diharamkanNya karena mereka salah memahami tentang bid�ah sebagaimana yang telah disampaikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2013/06/08/bicara-tentang-bidah/
Kata �bid�ah� bukan termasuk hukum dalam Islam sehingga dapat membatasi diri kita untuk melakukan atau tidak melakukan sebuah perbuatan.
Hukum dalam Islam yang dikenal dengan hukum taklifi yang membatasi diri kita untuk melakukan atau tidak melakukan sebuah perbuatan ada lima yakni wajib , sunnah (mandub), mubah, makruh, haram.
Penjelasan lebih lanjut tentang �bid�ah bukan hukum� silahkan melihat video pada http://www.youtube.com/watch?v=ft_lPw-gRXg
Al-Imam an-Nawawi membagi bid�ah menjadi lima macam, �Sesungguhnya bid�ah terbagi menjadi 5 macam ; bid�ah yang wajib, mandzubah (sunnah), muharramah (bid�ah yang haram), makruhah (bid�ah yang makruh), dan mubahah (mubah)� [Syarh An-Nawawi �alaa Shahih Muslim, Juz 7, hal 105]
Begitupula bid�ah menurut Syeikh Al Islam Izzuddin bin Abdissalam terbagi menjadi dalam hukum lima, wajib, sunnah, makruh, haram dan mubah, seperti yang termaktub dalam kitab beliau Qawaid Al Ahkam (2/337-339). Selengkapnya diuraikan dalam tulisan pada http://syeikhnawawial-bantani.blogspot.com/2011/12/pembagian-bidah-menurut-imam-izzuddin.html
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, �Katakanlah! Tuhanku hanya mengharamkan hal-hal yang tidak baik yang timbul daripadanya dan apa yang tersembunyi dan dosa dan durhaka yang tidak benar dan kamu menyekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak turunkan keterangan padanya dan kamu mengatakan atas (nama) Allah dengan sesuatu yang kamu tidak mengetahui.� (QS al-A�raf [7]: 33)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, �Sesungguhnya Rabbku memerintahkanku untuk mengajarkan yang tidak kalian ketahui yang Ia ajarkanpadaku pada hari ini: �Semua yang telah Aku berikan pada hamba itu halal, Aku ciptakan hamba-hambaKu ini dengan sikap yang lurus, tetapi kemudian datanglah syaitan kepada mereka. Syaitan ini kemudian membelokkan mereka dari agamanya,dan mengharamkan atas mereka sesuatu yang Aku halalkan kepada mereka, serta mempengaruhi supaya mereka mau menyekutukan Aku dengan sesuatu yang Aku tidak turunkan keterangan padanya�. (HR Muslim 5109)
Allah Azza wa Jalla berfirman, �Mereka menjadikan para rahib dan pendeta mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah�. (QS at-Taubah [9]:31 )
Ketika Nabi ditanya terkait dengan ayat ini, �apakah mereka menyembah para rahib dan pendeta sehingga dikatakan menjadikan mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah?� Nabi menjawab, �tidak�, �Mereka tidak menyembah para rahib dan pendeta itu, tetapi jika para rahib dan pendeta itu menghalalkan sesuatu bagi mereka, mereka menganggapnya halal, dan jika para rahib dan pendeta itu mengharamkan bagi mereka sesuatu, mereka mengharamkannya�
Pada riwayat yang lain disebutkan, Rasulullah bersabda �mereka (para rahib dan pendeta) itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalkan sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutinya. Yang demikian itulah penyembahannya kepada mereka.� (Riwayat Tarmizi)
Rasulullah shallallahu �alaihi wasallam bersabda �Orang muslim yang paling besar dosanya (kejahatannya) terhadap kaum muslimin lainnya adalah orang yang bertanya tentang sesuatu yang sebelumnya tidak diharamkan (dilarang) bagi kaum muslimin, tetapi akhirnya sesuatu tersebut diharamkan (dilarang) bagi mereka karena pertanyaannya.� (HR Bukhari 6745, HR Muslim 4349, 4350)
Telah sempurna agama Islam maka telah sempurna atau tuntas segala laranganNya, apa yang telah diharamkanNya dan apa yang telah diwajibkanNya, selebihnya adalah perkara yang didiamkanNya atau dibolehkanNya.
Firman Allah ta�ala yang artinya �dan tidaklah Tuhanmu lupa� (QS Maryam[19]:64)
Firman Allah ta�ala yang artinya, �Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni�mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islamitu jadi agama bagimu� (QS Al-Maaidah: [5] : 3)
Ibnu Katsir ketika mentafsirkan (QS. al-Maidah [5]:3) berkata, �Tidak ada sesuatu yang halal melainkan yang Allah halalkan, tidak ada sesuatu yang haram melainkan yang Allah haramkan dan tidak ada agama kecuali perkara yang disyariatkan-Nya.�
Rasulullah Shallallau �Alaihi wa Sallam bersabda: �Apa-apa yang Allah halalkan dalam kitabNya adalah halal, dan apa-apa yang diharamkan dalam kitabNya adalah aram, dan apa-apa yang didiamkanNya adalah dibolehkan. Maka, terimalah kebolehan dari Allah, karena sesungguhnya Allah tidak lupa terhadap segala sesuatu.� Kemudian beliau membaca (Maryam: 64): �Dan tidak sekali-kali Rabbmuitu lupa.� (HR. Al Hakim dari Abu Darda�, beliau menshahihkannya. Juga diriwayatkan oleh Al Bazzar)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam diutus oleh Allah Azza wa Jalla membawa agama atau perkara yang disyariatkanNya yakni apa yang telah diwajibkanNya(jika ditinggalkan berdosa), apa yang telah dilarangNya dan apa yang telah diharamkanNya (jika dilanggar berdosa). Allah ta�ala tidak lupa.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, �Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban (ditinggalkan berdosa), maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa larangan (dikerjakan berdosa), maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu(dikerjakan berdosa), maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.� (Riwayat Daraquthni, dihasankan olehan-Nawawi)
Oleh karenanya janganlah membuat perkara baru (bid�ah) dalam urusan agama (urusan kami) atau mengada-ada syariat atau mengarang syariat yakni membuat perkara baru (bid�ah) dalam perkara terkait dengan dosa yang merupakan hak Allah Azza wa Jalla untuk menetapkannya atau mensyariatkannya bagi manusia agar terhindar dari dosa atau terhindar dari siksaan api neraka.
Perkara yang terkait dengan dosa adalah
1. Segala perkara yang jika ditinggalkan berdosa (kewajiban)
2. Segala perkara yang jika dilanggar atau dikerjakan berdosa (larangan dansegala apa yang telah diharamkan oleh Allah Azza wa Jalla)
PerintahNya yakni apa yang telah diwajibkanNya yang jika ditinggalkan berdosa dan laranganNya yakni apa yang telah dilarangNya dan diharamkanNya yang jika dilanggar atau dikerjakan berdosa adalah inti dari agama yang berasal dari Allah Azza wa Jalla bukan dari akal pikiran manusia
Dari Ibnu �Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,�di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarkan akal pikiran, sesungguhnya agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya.� (Hadits riwayatAth-Thabarani)
Jelaslah kita tidak boleh membuat bid�ah (perkara baru) dalam urusan agama atau dalam beberapa hadits disebut dengan �urusan kami� atau mengada-ada syariat atau mengarang syariat yakni mengada-ada larangan yang tidak dilarangNya , mengharamkan yang tidak diharamkanNya maupun mewajibkan yang tidak diwajibkanNya
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda �Barang siapa yang membuat perkara baru dalam urusan agama yang tidak ada sumbernya (tidak diturunkan keterangan padanya) maka tertolak.� (HR. Bukhari dan Muslim)
Telah menceritakan kepada kami Ya�qub telah menceritakan kepada kami Ibrahimbin Sa�ad dari bapaknya dari Al Qasim bin Muhammad dari �Aisyah radliallahu�anha berkata; Rasulullah shallallahu �alaihi wasallam bersabda: Siapa yang membuat perkara baru dalam urusan kami ini yang tidak ada perintahnya (tidak diturunkan keterangan padanya) maka perkara itu tertolak.� (HR Bukhari 2499)U
Rasulullah shallalahu alaihi wasallam telah memperingatkan kita bahwa akan timbul perselisihan di antara umat Islam dikarenakan ulama bangsa Arab sendiri yakni ulama yang paham betul bahasa Arab dari sudut arti bahasa saja dan tidak mengusai ilmu-ilmu untuk memahami Al Qur�an dan Hadits .
Saya (Khudzaifah Ibnul Yaman) bertanya , ��Wahai Rasulullah, dahulu kami dalam kejahiliyahan dan keburukan, lantas Allah membawa kebaikan ini, maka apakah setelah kebaikan ini ada keburukan lagi?
Nabi menjawab �Tentu�.
Saya bertanya �Apakah sesudah keburukan itu ada kebaikan lagi?
�Tentu� Jawab beliau, dan ketika itu ada kotoran, kekurangan dan perselisihan.
Saya bertanya �Ya Rasulullah, tolong beritahukanlah kami tentang ciri-ciri mereka! Nabi menjawab; Mereka adalah seperti kulit kita ini, juga berbicara dengan bahasa kita.
Saya bertanya �Lantas apa yang anda perintahkan kepada kami ketika kami menemui hari-hari seperti itu?
Nabi menjawab; Hendaklah kamu selalu bersama jamaah muslimin dan imam mereka!
Aku bertanya; kalau tidak ada jamaah muslimin dan imam bagaimana? Nabi menjawab; hendaklah kau jauhi seluruh firqah (kelompok-kelompok / sekte) itu, sekalipun kau gigit akar-akar pohon hingga kematian merenggutmu kamu harus tetap seperti itu. (HR Bukhari)
Berkata Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari XIII/36: �Yakni dari kaum kita, berbahasa seperti kita dan beragama dengan agama kita. Ini mengisyaratkan bahwa mereka adalah bangsa Arab�.
Ulama-ulama bangsa Arab yang hanya menguasai arti bahasa (lughot) dan istilah (terminologi) saja sehinga mereka dapat melampaui batas (ghuluw) dalam beragama yakni melarang yang tidak dilarangNya, mengharamkan yang tidak diharamkanNya atau mewajibkan yang tidak diwajibkanNya sebagaimana yang telah disampaikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2013/06/12/fatwa-melampaui-batas/ atau pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2013/06/08/berhala-akhir-zaman/ atau pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2013/05/17/lebih-tahu-dosa/
Contohnya di wilayah kerajaan dinasti Saudi yang beragama sebatas apa yang dipahami oleh para ulama Najed sebagaimana yang telah disampaikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2013/06/22/sebatas-ulama-najed/ mereka melarang yang tidak dilarangNya yakni contohnya melarang memperingati Maulid Nabi Muhammad Rasulullah shallallahu alaihi wasallam namun mereka lebih memilih menyelenggarakan �pekan memorial Muhammad bin Abdul Wahhab�
Berikut apa yang mereka sampaikan
***** awal kutipan *****
Syaikh Muhammad bin Shalih Al �Utsaimin rahimahullah pernah ditanya tentang apa perbedaan antara �Pekan Memorial Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab Rahimahullah� dengan �Perayaan Maulid Nabi�. Mengapa Maulid Nabi diingkari namun acara tersebut tidak diingkari?
Beliau menjawab:
Menurut hemat saya, perbedaannya dilihat dari dua sisi:
Pertama, �Pekan Memorial Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab Rahimahullahu Ta�ala� tidak dianggap sebagai suatu bentuk taqarrub kepada Allah Azza Wa Jalla. Acara ini diadakan dalam rangka meluruskan info-info yang rancu mengenai pribadi beliau. Juga menjelaskan tentang nikmat yang Allah berikan kepada kaum muslimin melalui tangan beliau (yaitu jasa-jasa beliau, pent).
Kedua, �Pekan Memorial Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab Rahimahullahu Ta�ala� tidak diadakan secara rutin dan sebagaimana rutinnya hari raya. Isi dari kegiatan ini adalah memberikan menjelaskan dan merilis tulisan-tulisan beliau kepada masyarakat serta menerangkan tentang pribadi beliau. Karena penjelasan tentang hal ini banyak belum diketahui banyak orang. Hanya sebatas itu lah kegiatannya.
Sumber: Majmu� Fatawa Al Aqidah Li Syaikh Muhammad bin Shalih Al �Utsaimin rahimahullah
***** akhir kutipan *****
Jadi kesimpullannya perbuatan pekan memorial Muhammad bin Abdul Wahhab kalau bukan dalam rangka mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah Azza Wa Jalla berarti termasuk perbuatan yang menjauhkan diri dari Allah Azza Wa Jalla.
Pekan memorial Muhammad bin Abdul Wahhab bagi mereka untuk menjelaskan tentang nikmat yang Allah berikan kepada kaum muslimin melalui tangan beliau.
Tentulah peringatan Maulid Nabi lebih utama untuk menjelaskan tentang nikmat yang Allah ta�ala berikan kepada kaum muslimin melalui tangan Nabi Muhammad Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Berikut penjelasan para ulama yang sholeh yang mengikuti Imam Mazhab yang empat
Imam Al hafidh Abu Syaamah rahimahullah (Guru imam Nawawi): �merupakan Bid�ah hasanah yang mulia dizaman kita ini adalah perbuatan yang diperbuat setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul shallallahu alaihi wasallam dengan banyak bersedekah, dan kegembiraan, menjamu para fuqara, seraya menjadikan hal itu memuliakan Rasul shallallahu alaihi wasallam dan membangkitkan rasa cinta pada beliau shallallahu alaihi wasallam, dan bersyukur kepada Allah ta�ala dengan kelahiran Nabi shallallahu alaihi wasallam�.
Imam Al hafidh Ibn Abidin rahimahullah, dalam syarahnya maulid ibn hajar berkata : �ketahuilah salah satu bid�ah hasanah adalah pelaksanaan maulid di bulan kelahiran nabi shallallahu alaihi wasallam�
Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi rahimahullah, dengan karangan maulidnya yang terkenal �al aruus� juga beliau berkata tentang pembacaan maulid, �Sesungguhnya membawa keselamatan tahun itu, dan berita gembira dengan tercapai semua maksud dan keinginan bagi siapa yang membacanya serta merayakannya�.
Imam Al Hafidh Al Qasthalaniy rahimahullah dalam kitabnya Al Mawahibulladunniyyah juz 1 hal 148 cetakan al maktab al islami berkata: �Maka Allah akan menurukan rahmat Nya kepada orang yang menjadikan hari kelahiran Nabi saw sebagai hari besar�.
Peringatan Maulid Nabi dapat kita pergunakan untuk intropeksi diri sejauh mana kita telah meneladani Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, bagi kehidupan kita hari ini maupun esok.
Begitupula memperingati hari kelahiran diri sendiri dapat kita pergunakan untuk intropeksi diri sejauh mana kita mempersiapkan diri bagi kehidupan di akhirat kelak adalah bukan perkara dosa atau terlarang.
Allah Azza wa Jalla berfirman, �Wal tandhur nafsun ma qaddamat li ghad �, �Perhatikan masa lampaumu untuk hari esokmu� (QS al Hasyr [59] : 18)
Kemungkinan terjadi kesalahan adalah cara kita mengisi peringatan Maulid Nabi atau cara kita mengisi peringatan hari kelahiran itu sendiri seperti janganlah berlebih-lebihan atau bermewah-mewahan.
Sedangkan peringatan Maulid Nabi yang umumnya dilakukan mayoritas kaum muslim (as-sawad al a�zham) dan khususnya kaum muslim di negara kita sebagaimana pula yang diselenggarakan oleh umaro (pemerintah) mengisi acara peringatan Maulid Nabi dengan urutan pembacaan Al Qur�an, pembacaan Sholawat dan pengajian atau ta�lim seputar kehidupan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan kaitannya dengan kehidupan masa kini
Rasulullah telah bersabda bahwa jika telah bermunculan fitnah atau perselisihan atau bahkan pembunuhan terhadap umat la ilaha illallah karena perbedaan pendapat maka hijrahlah ke Yaman, bumi para Wali Allah atau ikutilah atau merujuklah kepada pendapat Ahlul Hadramaut, Yaman.
Diriwayatkan dari Ibnu Abi al-Shoif dalam kitab Fadhoil al-Yaman, dari Abu Dzar al-Ghifari, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, �Kalau terjadi fitnah pergilah kamu ke negeri Yaman karena disana banyak terdapat keberkahan�
Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah al-Anshari, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, �Dua pertiga keberkahan dunia akan tertumpah ke negeri Yaman. Barang siapa yang akan lari dari fitnah, pergilah ke negeri Yaman, Sesungguhnya di sana tempat beribadah�
Abu Said al-Khudri ra meriwayatkan hadits dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, �Pergilah kalian ke Yaman jika terjadi fitnah, karena kaumnya mempunyai sifat kasih sayang dan buminya mempunyai keberkahan dan beribadat di dalamnya mendatangkan pahala yang banyak�
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna berkata, telah menceritakan kepada kami Husain bin Al Hasan berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu �Aun dari Nafi� dari Ibnu �Umar berkata, Beliau berdoa: Ya Allah, berkatilah kami pada negeri Syam kami dan negeri Yaman kami. Ibnu �Umar berkata, Para sahabat berkata, Juga untuk negeri Najed kami. Beliau kembali berdoa: Ya Allah, berkatilah kami pada negeri Syam kami dan negeri Yaman kami. Para sahabat berkata lagi, Juga untuk negeri Najed kami. Ibnu �Umar berkata, Beliau lalu berdoa: Disanalah akan terjadi bencana dan fitnah, dan di sana akan muncul tanduk setan (HR Bukhari 979)
Dari Ibnu Umar ia mendengar Rasulullah Shallallahu �alaihi wa Salam bersabda sementara beliau menghadap timur: �Ingat, sesungguhnya fitnah itu disini, sesungguhnya fitnah itu disini dari arah terbitnya tanduk setan.� (HR Muslim 5167)
Telah menceritakan kepada kami Abu Nu�man telah menceritakan kepada kami Mahdi bin maimun aku mendengar Muhammad bin Sirin menceritakan dari Ma�bad bin Sirin dari Abu Sa�id Al Khudzri radliyallahu�anhu, dari Nabi shallallahu �alaihi wasallam, beliau bersabda: Akan muncul beberapa orang dari arah timur, mereka membaca Al Qur�an namun tidak lebih dari kerongkongan mereka (tidak meresap dalam hati), mereka keluar dari agama sebagaimana anak panah keluar dari busur, dan mereka tidak akan kembali hingga anak panah kembali ke tali busur. Lalu ditanya, Apa tanda mereka? Beliau menjawab: Ciri mereka adalah gundul. (HR Bukhari 7007)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menetapkan miqot bagi penduduk negeri Yaman di Yalamlam sebelah tenggara kota Makkah/Madinah sesuai arah dari negeri Yaman, sedangkan penduduk negeri Najed di Qarnul Manazil sebelah timur dari kota Makkah/Madinah sesuai arah dari negeri Najed. Begitupula penduduk Iraq miqot di Dzat Irq, Timur Laut Makkah/Madinah sesuai arah dari negeri Iraq.
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin �Abdullah bin �Ammar Al Maushulli yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Haasyim Muhammad bin �Ali dari Al Mu�afiy dari Aflah bin Humaid dari Qasim dari Aisyah yang berkata Rasulullah shallallahu �alaihi wasallam menetapkan miqat bagi penduduk Madinah di Dzul Hulaifah, bagi penduduk Syam dan Mesir di Juhfah, bagi penduduk Iraq di Dzatu �Irq, bagi penduduk Najd di Qarn dan bagi penduduk Yaman di Yalamlam [Shahih Sunan Nasa�i no 2656]
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah telah menceritakan kepada kami Hammad dari �Amru dari Thawus dari Ibnu �Abbas radliallahu �anhuma berkata: Bahwa Nabi shallallahu �alaihi wasallam telah menetapkan miqat bagi penduduk Madinah di Dzul Hulaifah, bagi penduduk Syam di Al Juhfah, bagi penduduk Yaman di Yalamlam dan bagi penduduk Najed di Qarnul Manazil. Itulah ketentuan masing-masing bagi setiap penduduk negeri-negeri tersebut dan juga bagi yang bukan penduduk negeri-negeri tersebut bila datang melewati tempat-tempat tersebut dan berniat untuk hajji dan �umrah. Sedangkan bagi orang-orang selain itu, maka mereka memulai dari tempat tinggalnya (keluarga) dan begitulah ketentuannya sehingga bagi penduduk Makkah, mereka memulainya (bertalbiyah) dari (rumah mereka) di Makkah. (HR Bukhari 1431)
Orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim An Najdi yakni orang-orang yang menyempal keluar (kharaja) dari mayoritas kaum muslim (as-sawadul a�zham) sehingga disebut juga dengan khawarij. Khawarij adalah bentuk jamak (plural) dari kharij (bentuk isim fail) artinya yang keluar.
Dari al Azroq bin Qois, Syarik bin Syihab berkata, �Aku berharap bisa bertemu dengan salah seorang shahabat Muhammad yang bisa menceritakan hadits tentang Khawarij kepadaku. Suatu hari aku berjumpa dengan Abu Barzah yang berada bersama satu rombongan para shahabat. Aku berkata kepadanya, �Ceritakanlah kepadaku hadits yang kau dengar dari Rasulullah tentang Khawarij!�. Beliau berkata, �Akan kuceritakan kepada kalian suatu hadits yang didengar sendiri oleh kedua telingaku dan dilihat oleh kedua mataku. Sejumlah uang dinar diserahkan kepada Rasulullah lalu beliau membaginya. Ada seorang yang plontos kepalanya dan ada hitam-hitam bekas sujud di antara kedua matanya. Dia mengenakan dua lembar kain berwarna putih. Dia mendatangi Nabi dari arah sebelah kanan dengan harapan agar Nabi memberikan dinar kepadanya namun beliau tidak memberinya. Dia lantas berkata, �Hai Muhammad hari ini engkau tidak membagi dengan adil�. Mendengar ucapannya, Nabi marah besar. Beliau bersabda, �Demi Allah, setelah aku meninggal dunia kalian tidak akan menemukan orang yang lebih adil dibandingkan diriku�. Demikian beliau ulangi sebanyak tiga kali. Kemudian beliau bersabda, �Akan keluar dari arah timur orang-orang yang seperti itu penampilan mereka. Dia adalah bagian dari mereka. Mereka membaca al Qur�an namun al Qur�an tidaklah melewati tenggorokan mereka. Mereka melesat dari agama sebagaimana anak panah melesat dari binatang sasarannya setelah menembusnya kemudia mereka tidak akan kembali kepada agama. Ciri khas mereka adalah plontos kepala. Mereka akan selalul muncul� (HR Ahmad no 19798)
Telah menceritakan kepada kami Hannad bin As Sari telah menceritakan kepada kami Abul Ahwash dari Sa�id bin Masruq dari Abdurrahman bin Abu Nu�m dari Abu Sa�id Al Khudri ia berkata; Ketika Ali bin Abi Thalib berada di Yaman, dia pernah mengirimkan emas yang masih kotor kepada Rasulullah shallallahu �alaihi wasallam. Lalu emas itu dibagi-bagikan oleh Rasulullah shallallahu �alaihi wasallam kepada empat kelompok. Yaitu kepada Aqra` bin Habis Al Hanzhali, Uyainah bin Badar Al Fazari, Alqamah bin Ulatsah Al Amiri, termasuk Bani Kilab dan Zaid Al Khair Ath Thay dan salah satu Bani Nabhan. Abu Sa�id berkata; Orang-orang Quraisy marah dengan adanya pembagian itu. kata mereka, Kenapa pemimpin-pemimpin Najed yang diberi pembagian oleh Rasulullah, dan kita tidak dibaginya? maka Rasulullah shallallahu �alaihi wasallam pun menjawab: Sesungguhnya aku lakukan yang demikian itu, untuk membujuk hati mereka. Sementara itu, datanglah laki-laki berjenggot tebal, pelipis menonjol, mata cekung, dahi menjorok dan kepalanya digundul. Ia berkata, Wahai Muhammad! Takutlah Anda kepada Allah! Rasulullah shallallahu �alaihi wasallam bersabda: Siapa pulakah lagi yang akan mentaati Allah, jika aku sendiri telah mendurhakai-Nya? Allah memberikan ketenangan bagiku atas semua penduduk bumi, maka apakah kamu tidak mau memberikan ketenangan bagiku? Abu Sa�id berkata; Setelah orang itu berlaku, maka seorang sahabat (Khalid bin Al Walid) meminta izin kepada Rasulullah shallallahu �alaihi wasallam untuk membunuh orang itu. Maka Rasulullah shallallahu �alaihi wasallam pun bersabda: Dari kelompok orang ini, akan muncul nanti orang-orang yang pandai membaca Al Qur`an tetapi tidak sampai melewati kerongkongan mereka, bahkan mereka membunuh orang-orang Islam, dan membiarkan para penyembah berhala; mereka keluar dari Islam seperti panah yang meluncur dari busurnya. Seandainya aku masih mendapati mereka, akan kumusnahkan mereka seperti musnahnya kaum �Ad. (HR Muslim 1762)
Dari kedua hadits di atas (HR Ahmad no 19798) dan (HR Muslim 1762) dapat kita ketahui bahwa orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim An Najdi lebih memperhatikan apa yang tampak secara lahir seperti ada tanda hitam bekas sujud di antara kedua matanya atau berjanggut lebat namun tidak berakhlak baik sebagaimana yang telah dijelaskan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2013/06/26/tampak-secara-lahir/
Dalam syarah Shahih Muslim, Jilid. 17, No.171 diriwayatkan Khalid bin Walid ra bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tentang orang-orang seperti Dzul Khuwaisarah at Tamimi an Najdi dengan pertanyaan
�Wahai Rasulullah, orang ini memiliki semua bekas dari ibadah-ibadah sunnahnya: matanya merah karena banyak menangis, wajahnya memiliki dua garis di atas pipinya bekas airmata yang selalu mengalir, kakinya bengkak karena lama berdiri sepanjang malam (tahajjud) dan janggut mereka pun lebat�
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab : camkan makna ayat ini : qul in�kuntum tuhib�bunallah fattabi�uni � Katakanlah: �Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. karena Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang�
Khalid bin Walid bertanya, �Bagaimana caranya ya Rasulullah ? �
Nabi shallallahu alaihi wasallam menjawab, �Jadilah orang yang ramah seperti aku, bersikaplah penuh kasih, cintai orang-orang miskin dan papa, bersikaplah lemah-lembut, penuh perhatian dan cintai saudara-saudaramu dan jadilah pelindung bagi mereka.�
Indikator atau ciri-ciri atau tanda-tanda orang yang mencintai Allah dan dicintai oleh Allah sehingga menjadi wali Allah (kekasih Allah) adalah sebagaimana yang disampaikan dalam firmanNya dalam (QS Al Maidah [5]:44)
1. Bersikap lemah lembut terhadap sesama muslim
2. Bersikap keras (tegas / berpendirian) terhadap orang-orang kafir
3. Berjihad di jalan Allah, bergembira dalam menjalankan kewajibanNya dan menjauhi laranganNya
4. Tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah bersabda bahwa orang-orang yang membunuh orang-orang Islam karena dituduh musyrik atau dituduh berhukum dengan selain hukum Allah ditetapkan sebagai orang yang telah murtad atau telah keluar dari agama Islam seperti panah yang meluncur dari busurnya sebagaimana yang telah kami sampaikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2013/06/28/pembunuh-dan-murtad/
Sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dari Hudzaifah Radhiyallahu anhu, �Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kamu adalah seseorang yang telah membaca al-Qur�an, sehingga ketika telah tampak kebagusannya terhadap al-Qur�an dan dia menjadi pembela Islam, dia terlepas dari al-Qur�an, membuangnya di belakang punggungnya, dan menyerang tetangganya dengan pedang dan menuduhnya musyrik�. Aku (Hudzaifah) bertanya, �Wahai nabi Allah, siapakah yang lebih pantas disebut musyrik, penuduh atau yang dituduh?�. Beliau menjawab, �Penuduhnya�.
Rasulullah shallallahu �alaihi wasallam pun bersabda: Dari kelompok orang ini, akan muncul nanti orang-orang yang pandai membaca Al Qur`an tetapi tidak sampai melewati kerongkongan mereka, bahkan mereka membunuh orang-orang Islam, dan membiarkan para penyembah berhala; mereka keluar dari Islam seperti panah yang meluncur dari busurnya. Seandainya aku masih mendapati mereka, akan kumusnahkan mereka seperti musnahnya kaum �Ad. (HR Muslim 1762)
Sabda Rasululullah di atas yang artinya �mereka membunuh orang-orang Islam, dan membiarkan para penyembah berhala� maksudnya mereka memahami Al Qur�an dan As Sunnah dan berkesimpulan atau menuduh kaum muslim lainnya telah musyrik (menyembah selain Allah) seperti menuduh menyembah kuburan atau menuduh berhukum dengan selain hukum Allah, sehingga membunuhnya namun dengan pemahaman mereka tersebut mereka membiarkan para penyembah berhala yang sudah jelas kemusyrikannya.
Yang dimaksud dengan �membiarkan para penyembah berhala� adalah �membiarkan� kaum Yahudi atau yang kita kenal sekarang dengan Zionis Yahudi, sebagaimana yang telah disampaikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2013/06/24/tidak-sekedar-membiarkan/
Dari Anas radhiyallahuanhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : �Tiga hal merupakan pokok iman ; menahan diri dari orang yang menyatakan Tiada Tuhan kecuali Allah. Tidak memvonis kafir akibat dosa dan tidak mengeluarkannya dari agama Islam akibat perbuatan dosa ; Jihad berlangsung terus semenjak Allah mengutusku sampai akhir ummatku memerangi Dajjal. Jihad tidak bisa dihapus oleh kelaliman orang yang lalim dan keadilan orang yang adil ; dan meyakini kebenaran takdir�.
Imam Abu Abdillah Al-Qurthubi rahimahullah (wafat 671 H) berkata : �Adapun seorang muslim dia tidak dikafirkan walaupun melakukan dosa besar.
Rasulullah shallallahu �alaihi wasallam bertanya lagi: �Apakah kamu yang telah membunuhnya? � Dia menjawabnya, �Ya.� Beliau bertanya lagi: �Lalu apa yang hendak kamu perbuat dengan kalimat, �Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah�, jika di hari kiamat kelak ia datang (untuk minta pertanggung jawaban) pada hari kiamat nanti? � (HR Muslim 142)
Dari Ummu Salamah radliallahu �anha berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu �alaihi wasallam, �akan terjadi sesudahku para penguasa yang kalian mengenalinya dan kalian mengingkarinya. Barangsiapa yang mengingkarinya maka sungguh ia telah berlepas diri. Akan tetapi siapa saja yang ridha dan terus mengikutinya (dialah yang berdosa, pent.).� Maka para sahabat berkata : �Apakah tidak kita perangi saja mereka dengan pedang?� Beliau menjawab : �Jangan, selama mereka menegakkan shalat bersama kalian.� (HR. Muslim dalam Shahih-nya).
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, �mencela seorang muslim adalah kefasikan, dan membunuhnya adalah kekufuran�. (HR Muslim).
Orang yang fasik adalah orang-orang yang secara sadar melanggar larangan atau hukum agama sebagaimana yang disampaikan dalam firman Allah ta�ala yang artinya, �(yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi.� (QS Al Baqarah [2]:27)
Bagi orang-orang yang fasik, tempat mereka adalah neraka jahannam
Firman Allah ta�ala yang artinya, �Dan adapun orang-orang yang fasik maka tempat mereka adalah jahannam� (QS Sajdah [32]:20) orang-orang yang secara sadar melanggar apa yang telah dilarang.
Allah ta�ala telah berfirman bahwa jika bermunculan orang-orang yang murtad atau keluar dari Islam seperti panah yang meluncur dari busurnya karena membunuh umat la ilaha illallah yang dituduh musyrik atau dituduh berhukum dengan selain hukum Allah maka Allah Azza wa Jalla tetap menjaga adanya kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai Allah yakni ahlul hadramaut (Yaman).
Firman Allah ta�ala yang artinya, �Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu�min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.� (QS Al Ma�iadah [5]:54)
Abu Musa al-Asy�ari meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda , �Allah akan mendatangkan suatu kaum yang dicintai-Nya dan mereka mencintai Allah�. Bersabda Nabi shallallahu alaihi wasallam : mereka adalah kaummu Ya Abu Musa, orang-orang Yaman�.
Dari Jabir, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ditanya mengenai ayat tersebut, maka Rasul menjawab, �Mereka adalah ahlu Yaman dari suku Kindah, Sukun dan Tajib�.
Ibnu Jarir meriwayatkan, ketika dibacakan tentang ayat tersebut di depan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau berkata, �Kaummu wahai Abu Musa, orang-orang Yaman�.
Dalam kitab Fath al-Qadir, Ibnu Jarir meriwayat dari Suraikh bin Ubaid, ketika turun ayat 54 surat al-Maidah, Umar berkata, �Saya dan kaum saya wahai Rasulullah�. Rasul menjawab, �Bukan, tetapi ini untuk dia dan kaumnya, yakni Abu Musa al-Asy�ari�.
Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani telah meriwayatkan suatu hadits dalam kitabnya berjudul Fath al-Bari, dari Jabir bin Math�am dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata, �Wahai ahlu Yaman kamu mempunyai derajat yang tinggi. Mereka seperti awan dan merekalah sebaik-baiknya manusia di muka bumi�
Dalam Jami� al-Kabir, Imam al-Suyuthi meriwayatkan hadits dari Salmah bin Nufail, �Sesungguhnya aku menemukan nafas al-Rahman dari sini�. Dengan isyarat yang menunjuk ke negeri Yaman�. Masih dalam Jami� al-Kabir, Imam al-Sayuthi meriwayatkan hadits marfu� dari Amru ibnu Usbah , berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, �Sebaik-baiknya lelaki, lelaki ahlu Yaman�.
Dari Ali bin Abi Thalib, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, �Siapa yang mencintai orang-orang Yaman berarti telah mencintaiku, siapa yang membenci mereka berarti telah membenciku�
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah menyampaikan bahwa ahlul Yaman adalah orang-orang yang mudah menerima kebenaran, mudah terbuka mata hatinya (ain bashiroh) dann banyak dikaruniakan hikmah (pemahaman yang dalam terhadap Al Qur�an dan Hadits) sebagaimana Ulil Albab
Telah menceritakan kepada kami Abul Yaman Telah mengabarkan kepada kami Syu�aib Telah menceritakan kepada kami Abu Zinad dari Al A�raj dari Abu Hurairah radliallahu �anhu dari Nabi shallallahu �alaihi wasallam beliau bersabda: �Telah datang penduduk Yaman, mereka adalah orang-orang yang berperasaan dan hatinya paling lembut, kefaqihan dari Yaman, hikmah ada pada orang Yaman.� (HR Bukhari 4039)
Dan telah menceritakan kepada kami Amru an-Naqid dan Hasan al-Hulwani keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Ya�qub -yaitu Ibnu Ibrahim bin Sa�d- telah menceritakan kepada kami bapakku dari Shalih dari al-A�raj dia berkata, Abu Hurairah berkata; �Rasulullah shallallahu �alaihi wasallam bersabda: �Telah datang penduduk Yaman, mereka adalah kaum yang paling lembut hatinya. Fiqh ada pada orang Yaman. Hikmah juga ada pada orang Yaman. (HR Muslim 74)
Apa yang diikuti oleh ahlul yaman dapat kita telusuri melalui para ulama dari kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah.
Silahkan telusurilah melalui apa yang disampaikan oleh Al Imam Al Haddad dan yang setingkat dengannya, sampai ke Al Imam Umar bin Abdurrahman Al Attos dan yang setingkat dengannya, sampai ke Asy�syeh Abubakar bin Salim, kemudian Al Imam Syihabuddin, kemudian Al Imam Al Aidrus dan Syeh Ali bin Abibakar, kemudian Al Imam Asseggaf dan orang orang yang setingkat mereka dan yang diatas mereka, sampai keguru besar Al Fagih Almuqoddam Muhammad bin Ali Ba�alawi Syaikhutthoriqoh dan orang orang yang setingkat dengannya, sampai ke Imam Ahmad Al Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al Uraidhi bin Ja�far Ash Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Husain ra sejak Abad 7 H di Hadramaut Yaman beliau menganut madzhab Syafi�i dalam fiqih , Ahlus Sunnah wal jama�ah dalam akidah (i�tiqod) mengikuti Imam Asy�ari (bermazhab Imam Syafi�i) dan Imam Maturidi (bermazhab Imam Hanafi) serta tentang akhlak atau tentang ihsan mengikuti ulama-ulama tasawuf yang muktabaroh dan bermazhab dengan Imam Mazhab yang empat.
Di Hadramaut kini, akidah dan madzhab Imam Al Muhajir yang adalah Sunni Syafi�i, terus berkembang sampai sekarang, dan Hadramaut menjadi kiblat kaum sunni yang �ideal� karena kemutawatiran sanad serta kemurnian agama dan aqidahnya.
Dari Hadramaut (Yaman), anak cucu Imam Al Muhajir menjadi pelopor dakwah Islam sampai ke �ufuk Timur�, seperti di daratan India, kepulauan Melayu dan Indonesia. Mereka rela berdakwah dengan memainkan wayang mengenalkan kalimat syahadah , mereka berjuang dan berdakwah dengan kelembutan tanpa senjata , tanpa kekerasan, tanpa pasukan , tetapi mereka datang dengan kedamaian dan kebaikan. Juga ada yang ke daerah Afrika seperti Ethopia, sampai kepulauan Madagaskar. Dalam berdakwah, mereka tidak pernah bergeser dari asas keyakinannya yang berdasar Al Qur�an, As Sunnah, Ijma dan Qiyas.
Di Hadramaut, Yaman tetap diselenggarakan peringatan Maulid Nabi sampai sekarang namun ironisnya di tanah kelahiran Nabi , kaum muslim dilarang untuk menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi. Apakah mereka lebih paham tentang dosa daripada Tuhan mereka ?
Wassalam